Jumat, 08 Mei 2009

Memaknai Hidup dengan Menulis

Every time someone tells a story, and tells it well, the gospel is served.
Eugene Peterson, penulis The Message

SAYA SEDANG berpikir-pikir. Alkitab adalah keajaiban kata-kata. Di sini, berbagai pengalaman manusia biasa menjadi luar biasa karena Allah yang cerlang cemerlang terlibat di dalamnya. Alkitab berisi kata-kata biasa. Tapi bila dibaca, direnungkan, dilakukan, dipercayai, dinikmati, akan membuat pembacanya percaya diri menjalankan hidup, tahu diri, bisa berpikir jernih, tahu mana yang baik dan jahat, tidak berputar-putar menentukan pilihan-pilihan dalam hidup, membuat tulang-belulang sehat, penuh semangat, ceria, harmonis dengan alam, memahami pikiran dan karakter Penciptanya. Dan ketika hidup manusia itu berakhir di dunia ini, dia pasti akan bertemu dengan Tuhan di surga. Hebat sekali, kan?

Saya masih berpikir-pikir. Kenapa perbandingan orang yang gemar baca Alkitab dan yang tidak suka cukup besar? Bagaikan langit dan bumi. Saya melihat contoh rielnya. Keluarga besar saya sangat menghargai Alkitab. Buku yang cukup tebal itu ditempatkan di rak buku terbaik, aman di sana beberapa hari, sampai akhirnya di awal minggu, dikebut supaya debunya hilang, dibawa serta ke gereja. Di sana Alkitab dibaca dengan penuh rasa hormat.

Abang saya sangat percaya bahwa Alkitab itu bahasa malaikat. Cukup dibaca sekali-kali saja. Itu sebabnya dia sangat serius ketika mendapat kesempatan untuk membacanya. Dia paham hanya malaikat yang mengerti bahasa malaikat. Atau keponakan saya. Dia berpikir Alkitab cocok dibaca saat dia dewasa. Setiap kali mengajak dia bersaat teduh, kami akan berakhir dengan keributan kecil. Pasalnya, dia banyak bertanya hanya hal arti kata, tanda baca, dan bukan arti keseluruhan cerita untuk hidupnya. Dia tak percaya ketika saya katakan bahwa kalau kita sering baca Alkitab, karakter kita akan terus berkembang menjadi lebih baik.

Kenapa bisa salah kaprah begini? Di mana titik awalnya? Apa mungkin karena bahasa yang dipakai Alkitab bukan bahasa yang popular? Apa karena butuh banyak energi untuk mengerti isinya? Yang paling aman memang menyalahkan si buruk rupa iblis setan sedang terus menerus berusaha mengalihkan perhatian manusia ke hal-hal lain yang lebih menyenangkan. Si hitam jelek itu memang cocok menjadi kambing hitam di segala acara!

BAHASA: AKSES KE BANYAK ORANG
Eugene Peterson adalah sebuah contoh. Dia seorang pendeta yang diberkati Tuhan karena buah karya tulisannya. Di tahun 1993, penerbit Nav Press menerbitkan tulisan Peterson, The Message: the New Testament in Contemporary English, tulisan ulang Alkitab atau The Holy Bible. Tulisan itu membumi karena memakai bahasa sederhana dan mudah dimengerti siapa pun. Waktu teman saya meminjami The Message, saya tak berhenti membacanya, sampai tiba saatnya mengembalikan buku.

Eugene kecil lahir dan dibesarkan di kota kecil Kalispell, Montana. Orang tuanya memiliki usaha pemotongan daging. Setiap hari dia membantu orang tuanya. Yang membuatnya berbeda dari anak-anak lain adalah Eugene kecil senang mendengarkan percakapan orang-orang di ranch, tukang kayu, peternak, penduduk desa. Seperti percakapan berirama dan beritme.
Ketika menjadi pendeta Presbyterian kebiasaan itu berulang. Dia mendengarkan, memperhatikan, menyimak. Selebihnya, dia menulis, mengajar. Dia sangat suka berada di dekat murid-muridnya dan mendiskusikan banyak hal. Juga tentang sastra dan pelayanan. Itulah hidupnya.

Peterson sudah menulis sekitar 20 buku, menulis artikel untuk berbagai majalah saat penerbit menawarkan dia untuk menulis ulang The Holy Bible. Meskipun saat itu dia sudah dikenal masyarakat Amerika, dia tidak menerima tawaran itu seketika. Enam bulan dia dan istri berdoa dan mendiskusikan apakah mereka akan menerima tawaran itu. Dia paham betul Alkitab bukanlah sekedar tulisan berbahasa agung yang bisa ditulis ulang begitu saja dengan bahasa sehari-hari. Itu memerlukan hikmat Allah dan percaya diri yang besar bahwa apa yang dilakukan adalah benar.

Dia mulai mencoba menulis. Dari kisah yang diceritakan Matius. Tidak berhasil. Dia merasa tidak mampu melakukan tugas itu. “Siapa saya ini sampai perlu menulis ulang Alkitab?” pikirnya. Tapi dia terus menulis dan melakukan eksplorasi. Akhirnya, ketika sampai ke kisah Kotbah Yesus di bukit, sesuatu di dalam dirinya berkobar-kobar. Dia bersemangat sekali dan mampu menulis ulang dengan bahasa yang berbeda tanpa kehilangan makna dan doktrin-doktrin penting. Dia berbisik sendiri, “Saya bisa melakukannya.”

Pertama kali terbit, The Message terjual sebanyak 6 juta eksemplar. Jumlah yang fantastis. Bandingkan dengan buku terlaris dunia edisi pertama Harry Potter, Harry Potter & the Order of the Phoenix terjual 6,8 juta eksemplar atau 80 juta kopi dari kelima bukunya. Atau novel terkenal trilogi The Lord of the Ring terjual 100 juta kopi dari 40 bahasa.

The Message dibuat dalam berbagai bentuk. Keseluruhan kitab, perjanjian baru, Mazmur, Amsal. Banyak komentar muncul dari pendeta, ahli bahasa dan umat. Masyarakat Amerika membaca dan menikmati Alkitab yang selama ini telah ditinggalkan. Meskipun Eugene mempunyai ijazah master di bidang bahasa Semit dari John Hopkins University, toh ada juga pihak-pihak yang menuduh tulisannya melecehkan kemuliaan Allah dan terlalu sederhana.

Peterson tidak terlalu memusingkan kehebohan publik tentang The Message. Dia mengabaikan 300 permintaan untuk berbicara di banyak acara di berbagai negara bagian. Dia berusaha hidup seperti biasanya. Dia menulis, mengajar dan sangat menyukai berada di tengah mahasiswanya.

Bono, penyanyi terkenal Irlandia dari kelompok musik U2, adalah salah seorang yang bersyukur diterbitkannya The Messsage. Sebagai penulis syair lagu, Bono memuji kerja keras Peterson yang menurutnya adalah gabungan seorang penyair sekaligus kecerdasan seorang sarjana. Dia sangat terkesan karena untuk pertama kalinya dia bisa menikmati Alkitab, dan merasa bahwa buku itu memang ditulis khusus untuk dirinya.

MENGUMPULKAN MAKNA
Kita mungkin tidak pernah tahu kalau banyak pemimpin Kristen adalah penulis yang amat produktif. Pemimpin tertinggi umat Katolik di dunia, Paus Paulus II, adalah penulis yang banyak karyanya. Tidak hanya soal doktrin tetapi beliau juga menulis naskah drama dan puisi. Penulis lain, JRR Tolkien, penulis The Lord of the Ring, CS Lewis menulis fiksi dan seluk beluk gereja Katolik, Charles Swindoll - penulis favorit saya - menulis tokoh-tokoh Alkitab dengan ulasan mendalam. Swindoll telah menulis 59 buku, 5 buku mini, 38 buklet dan artikel yang tak terhitung jumlahnya. Selama menjadi penulis, dia telah menerima 11 Anugerah Medali Emas untuk karyanya. Sebut lagi Larry Crabb, James Dobson, Tomy Campolo, Philip Yancey, Derek Prince. Atau pendeta Stephen Tong di tanah air kita.

Tulisan boleh dikatakan merupakan refleksi kekayaan batin dan harapan-harapan penulis tentang dirinya, orang-orang terdekatnya, komunitas, bangsa, dan kehidupan manusia pada umumnya. Dr Elva McAlaster dari Greenville University mengulas secara detail tentang menulis sebagai pelayanan. Kita sering mendengar bahwa pendeta, gembala, penginjil adalah panggilan. Dr Elva percaya bahwa seperti pengkhotbah, penulis pun merupakan panggilan. Penulis menulis ketika dia mengalami sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya, sedih atau gembira, dan ingin membagikan semua yang dialaminya itu dalam bentuk tulisan. Penulis memimpikan bahwa apa yang disampaikannya lewat tulisan bisa dipahami dan dinikmati oleh pembacanya.

Tidak semua penulis bisa menulis apa saja. Seorang penyair dengan mudahnya membuat satu dua baris kata puitis tentang hujan. Tapi tidak berdaya bila harus menulis fiksi ilmiah. Ada penulis yang sangat menikmati menulis dialog-dialog pada naskah drama, yang lain dalam bentuk prosa panjang dalam satu novel panjang. Dr Elva berkata, “Ikuti ke mana hatimu mengarahkan. Kesempurnaan ada di sana.” Mengikuti gaya orang menulis hanya akan kita kehilangan diri kita dan lepas dari jiwa tulisan itu.

Peterson berkata kita hidup di dunia cerita. Cerita-cerita memerlukan kesatuan dalam roh, seni, kesatuan dan imajinasi. Semuanya tidak bertentangan dengan Allah. Allah menciptakan seni dan kreativitas. Allah menciptakan kata, bahasa. Karena itulah kata adalah energi yang keluar dari kekudusan Allah sendiri. Allah melalui tangan manusia mengungkapkan kehendakNya. Alkitab adalah kumpulan cerita. Cerita tentang Yesus. KelahiranNya, hidupNya, pelayananNya, kematianNya. Alkitab tidak menceritakan doktrin yang Yesus ajarkan.

Itu sebabnya Peterson beranggapan penulis bukanlah jurnalis. Jurnalis mengantarkan fakta-fakta kepada pembacanya. Tapi seorang penulis mengumpulkan makna-makna, menyatukan cerita-cerita itu menjadi satu framework yang lebih besar. Sedangkan Allahlah yang memiliki seluruh cerita.

YOU ARE WHAT YOU WRITE
Hidup penulis adalah bahasa yang difungsikan sebagai alat penyampai pesan dengan mempertimbangkan seni, kreativitas, imajinasi, rasa, keinginan, ketekunan, kepercayaan, dan penghargaan terhadap setiap makna kata. Terus menerus makna berubah dan kata-kata memiliki kemampuan menakjubkan untuk mempengaruhi orang lain. Peterson sudah sampai pada kepercayaan bahwa kata-kata adalah suci, kudus, murni. Kata-kata akan muncul karena adanya sebuah hubungan yang mendalam dan doa. Hidup yang berdoa, bukan lagi sekedar melakukan aktivitas-aktivitas doa.

Menulis juga sebuah proses belajar yang tak pernah habis. Prosesnya diusahakan, diperhatikan. Tidak terjadi begitu saja. Sedangkan kita seringkali tergoda dengan kehidupan kompromi dengan nilai-nilai di sekitar. Saya merasa kebanyakan orang sekarang ini – semoga ini hanya perasaan sinis saya saja terhadap orang Kristen – adanya kecenderungan meningkatnya manusia beragama namun juga dibarengi dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri antara apa yang dipercayai dan apa yang dilakukan.

Juga terjadi di komunitas Kristen. Melakukan aktivitas-aktivitas gereja, melakukan doa rutin yang menyayat hati di kelompok-kelompok doa, berdoa untuk pemimpin, komunitas, masyarakat yang lebih luas, bahkan negara dan bangsa. Tetapi ketika dihadapkan dengan konflik, diri seperti segera memutuskan diri dari Allah dan merasa ini semua terpisah dari Sang Pencipta. Tidak cakap menangkap esensi dari apa yang dibangun selama ini dengan kegiatan-kegiatan itu. Hal lucu adalah mendengar seorang Kristen berdoa dengan sungguh-sungguh, minta kepastian Tuhan karena hatinya ragu apakah perasaan ini datangnya dari Allah atau bukan, yaitu ketika dirinya jatuh cinta kepada seorang yang sudah beristri, bersuami, atau yang tidak percaya.

Hal ini bisa terjadi pada penulis saat menulis. Kendala untuk mengaitkan kehidupan beribadah dengan pendalaman makna kata. Saya kira ini tidak terjadi untuk banyak penulis. Minimal itu pengalaman saya. Dulu saya pikir menulis terpisah sama sekali dalam hal melayani. Melayani di gereja yang saya pahami waktu itu adalah berkotbah di hadapan jemaat, mengajarkan Alkitab, menyanyi, bermain musik. Tapi saya tidak bisa melihat kaitan antara pengeksplorasian kata dengan pelayanan.

Tapi perasaan itu sudah berubah seiring dengan waktu dan terbukanya Alkitab di mata saya. Saya kagum dengan tulisan-tulisan yang ada di sana, ketika menceritakan sebuah kehidupan seseorang dengan jelas dan tak ditutup-tutupi. Itu adalah cerita. Dan ini menyenangkan saya. Saya bisa menulis apa saja fakta yang saya lihat dan yang saya percayai.

Saya percaya bila penulis merasa penting untuk memberi makna dalam setiap aspek hidupnya dalam rangka membuat rangkaian cerita yang sejalan dengan plot dan karakter Pencipta, kata-kata yang mengalir tidak terbatas. Kata diciptakan oleh Allah dan semuanya bermakna. Buruk dan baik. Dangkal dan dalam. Suci dan kotor. Setiap kita berhubungan dengan apa yang kita lihat, kata-kata sudah berkaitan dengan sendirinya. Dirangkai menjadi kalimat-kalimat yang terbuka. Kita membuat koneksi, mencari plot dan karakter yang sempurna. Dengan seni, kreativitas, imajinasi, kata-kata akan lebih merefleksikan kepada kita dan lingkungan kita bagaimana cerita terbentuk.

Tidak ada seorang pun yang peduli dengan apa yang akan ditulis seorang penulis. Pembaca tidak tahu apakah penulis akan menulis sesuatu untuk dibaca, sesuatu yang baik atau ada maksud di belakang semua itu. Hanya penulis sendiri yang tahu. Penulis akan merasa aman dengan penulis lainnya. Bukan untuk membuat perbandingan tapi untuk menikmati perbedaan di antara persamaan. Tak seorang pun peduli, kita akan menjadi penulis yang baik atau tidak.

Saya akhiri dengan kata-kata dari Charles Swindoll tentang sikap. Dia berkata bahwa semakin lama dia semakin mempercayai betapa pentingnya sikap dalam menghadapi hidup. Sikap lebih penting dari sekedar fakta. Sikap lebih penting dari hal masa lalu kita, pendidikan kita; daripada uang, keadaan, kegagalan, kesuksesan, yang orang pikirkan atau katakan atau lakukan. Lebih penting daripada penampilan, talenta, keterampilan. Sikap dapat mengubah perusahaan, gereja, rumah. Kita tidak dapat mengubah masa lalu, kita tidak dapat mengubah fakta orang-orang di sekitar kita. Kita tidak dapat mengubah hal yang tak terelakkan. Yang dapat kita lakukan adalah melakukan hal yang dapat kita lakukan. Itulah sikap kita. Hidup adalah 10% apa yang terjadi dan 90% adalah bagaimana reaksi kita terhadap hal tersebut. Itulah sikap.

Akhirnya menulis adalah pilihan. Sebuah petualangan rohani seumur hidup, sebuah pencerahan makna-makna, sebuah komunitas, sebuah tanggung jawab, sebuah pelayanan. Dan sebuah kegembiraan tentu saja.

Ita Siregar, dari berbagai sumber
September 2004

1 komentar:

  1. Kak, tulisanmu sangat inspiratif. numpang iklan he he he. Dalam rangka memuculkan penulis-penulis Kristen kreatif, akan diselenggarakan festival penulis dan pembaca kristiani. Salah satu pre-event adalah lomba menulis cerpen dan novelet berdasar Alkitab. Anda mungkin berminat untuk ikut? Info lengkap dapat Anda klik di Lomba Menulis Cerpen dan Novelet Berdasar Alkitab

    BalasHapus