Selasa, 22 November 2011

Guru

Ia lahir begitu manis, seperti bayi pada umumnya. Ayahnya sangat bangga kepada anak perempuannya. Di matanya, ia akan tumbuh normal, bahkan mungkin sudah belajar bicara di usia enam bulan.

Ketika berusia 19 bulan, bayi itu terkena demam. Begitu kerasnya sakit itu sampai si bayi nyaris meninggal. Ia lemah dan tidak bisa merespons suara atau lambaian tangan ibunya di depan matanya.

Siapa bakal menyangka sakit itu akan membuatnya buta dan tuli?

Kini si anak manis dihantar ke dunianya yang baru, yang serba sunyi. Tak lama ia pun kehilangannya kemampuan untuk berbicara. Karena keadaan tidak menyenangkan yang bertubi-tubi ini, si anak menjadi mudah marah dan sulit diatur. Pada saat frustasi, ia hanya bisa melempar barang, menarik lampu, atau membuat kekacauan lainnya. Keadaan itu membuat orangtuanya tidak sanggup mengatasi perangainya.

Lalu orangtua itu mencari guru bagi putri kesayangan mereka.

Seorang perempuan yang baru lulus kuliah datang kepada mereka. Ia tersenyum lebar ketika diperkenalkan kepada calon muridnya. ”Dia sangat manis,” ujarnya. Kedua orangtua itu menceritakan sejarah anak mereka. Guru muda itu memandang orangtua yang putus asa itu, mengangguk dan berkata, ”Dia akan berhasil seperti anak-anak lainnya.”

Sang guru memperkenalkan diri kepada calon muridnya. Si gadis kecil memberontak. Guru itu dengan penuh pengertian menerima perilaku negatif si anak. Ia sungguh perlu bantuan, batinnya.

Dan guru itu mulai mendisiplin si anak. Dia melarang anak itu mengambil makanan seenaknya di meja makan. Dia mengajar makan dengan sendok garpu. Ia mencuci dan menyisir rambut muridnya. Tetapi si gadis kecil terus memberi perlawanan. Dalam minggu pertama mereka bekerja sama, sang guru kehilangan dua gigi serinya karena dipukul oleh sang murid.

Sang guru muda tidak menyerah. Ia terus berfokus diri. Ia mengeja huruf demi huruf ke telapak tangan si gadis. Gadis kecil itu dapat mengulang gerakan tangan guru di dalam benaknya, tetapi tidak mengerti maksudnya.

Sampai pada satu hari yang baik, terjadilah perubahan.

Sang guru mengajak muridnya ke sumur di belakang rumah. Ia mendekatkan tangan mungil itu di bawah aliran air dari pompa. Lalu si guru menuliskan huruf a-i-r ke telapak tangan itu. Bersama aliran sejuk air yang menyembur di tangannya, si gadis tiba-tiba menemukan sebuah misteri yang membuka kesadarannya.

Melihat gerakan itu, sang guru dengan cepat mengeja kata p-o-m-p-a, lalu setiap benda yang disentuh tangan kecil itu, termasuk namanya sendiri. Hari itu si murid belajar 30 kata baru. Tiga bulan kemudian, 300 kata baru.

Di usia lima tahun, si gadis kecil telah mahir menggunakan 60 gerakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi seperti kata ”ayah”, ”ibu”, dan lainnya. Ia menjadi gadis yang riang dan berani. Orangtua dan keluarga dekat melihat keajaiban sudah terjadi pada gadis kecil mereka.

Dengan segala ketidakmampuannya, sang murid belajar naik kuda, naik sepeda, berenang, bahkan berkemah. Ketika dewasa, dia berhasil kuliah di universitas untuk orang normal dan lulus dengan pujian. Namanya dikenal dan kisahnya menggugah dunia. Ketika sang guru meninggal, sang murid menulis sebuah memoar untuk gurunya. Dan ketika ia meninggal, ia dimakamkan, dekat di samping makam gurunya.

Dialah Helen Keller, dan gurunya, Anne Sullivan.


21 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar